SS Yang Lain

SS

“Dek, Rabu sore kita pergi makan ke SS ?? Bisa ??”

Sms dari kabid kami ini jelas sulit ditolak. Jadilah di dalam keelokan pemandangan sore Rabu itu, saya dan 5 orang saudari lainnya duduk di ruangan bebas asap rokok SS Bintaro. ;)

Saat menanti pesanan datang, sang kabid bertanya. “Udah pernah ke SS sebelumnya, Dek ?”

Wah, beliau seperti membaca arti sumringah wajah kami, mungkin air muka saya khususnya.

“Hmmm, kalau di SS Bintaro Widya belum pernah, Mba. Baru kali ini.”

“Oh, tapi di SS lain pernah, Dek ?” tanya beliau lagi. Empat sahabat lain masih menyimak.

“Nah, SS lain juga belum pernah, Mba. Intinya SS Bintaro ini yang pertama” jawab saya dengan senyum dikulum. Disambut rusuh oleh teman-teman :D

Nah, kali ini izinkan saya berbicara tentang SS. Bukan Spesial Sambal atau Sambal Spesial.

Ini tentang SS yang lain. Tentang cerita yang dikisahkan Ustadz Masturi pada Santri Akhwat menjelang pulang Ma’had. Sudah beberapa minggu yang lalu sebenarnya, tapi baru ditulis sekarang.

Ini SS yang lain. Suyuthi dan Syakhawi. Dua orang shaleh di zamannnya. Mereka sebaya. Tapi tak akur, saling menjelekkan.

Kalimat yang berkali-kali diulangi ustadz dalam ceritanya, keduanya sama-sama shaleh. Entah dimana letak masalahnya, walau sesama shalihiin, keduanya tak akur. Bahkan, Syakhawi menulis buku berjudul “Kesesatan Suyuthi” dan sebaliknya Suyuthi menulis “Setrika untuk Otak Syakhawi”.

Barangkali ketinggian hati masing-masing. Memenangkan egosentris dan perasaan bahwa gue lebih baik. Padahal keduanya sama-sama shaleh. Saya sedih. Ingin menangis setiap kali ustadznya mengulang-ulang kata; keduanya shaleh. Sepertinya memang di sana penekanan kisahnya.

Ternyata, keshalehan tidak mesti berbanding lurus dengan ukhuwah yang kita miliki. Ketika akhirnya kelas ma’had sudah berakhir, saya masih tertegun untuk beberapa saat. Belum tergerak untuk melangkah pulang. Begitu pula dengan ukhtiy di sebelah saya. Mata kami beradu pandang. Dia diam, saya diam. Kita diam. Diam saja hingga sampai di rumah. Ah, mungkin dia juga teringat tentang Suyuthi dan Syakhawi masa kini yang bisa jadi hadir lagi. Diskusi kita. Tentang banyak tanya kita, kenapa begini kenapa begitu. Dunia nyata, dunia maya. Banyak ributnya.
 
Teman kita yang ini yang menjelekkan teman kita yang itu. Atau bahkan kita sendiri yang melakukannya ? Menyebut kekurangan. Mencari aib-aib teman. Tidak akur masul dengan kabid, mungkin. Merasa lebih benar. Memang masih coreng morengnya ukhuwah kita. Pantaslah wajah umat begitu jauh dari yang diharap. Jika para shalihin nya seperti ini. Meninggikan hati, memenangkan harga diri. Merasa lebih baik. Pelupuk mata panas, terbayang banyak hal. Prihatin. Dengan semua dan juga ukhuwah yang saya punya. Masih buruk rupa ukhuwah kita.

Mungkin tak perlu sesedih ini jika tak ada kata-kata: keduanya sama-sama shalih.

0 komentar: