Seindah Penyesalan

"Andai aku tersalah ya Allah, izinkan itu menjadi sebaik-baik hikmah. Bukan sesal yang marah.."

Suatu siang, pernah seorang kawan bercerita tentang laptopnya yang hilang. Lalu dia sedih, bahkan pilu. Bukan karena hilangnya laptop itu tapi karena hikmah yang dijejakkan Allah di hatinya. Kadang, sesuatu menjadi tak sesederhana yang dilihat orang lain. Orang lain tak tau apa yang dirasa sesungguhnya, kita pun tak juga pernah tau persis seperti apa mereka dipinjami luka. Luka kita, rasa mereka. Atau rasa kita, luka mereka.

Pun seseorang yang ingin kukisahkan sejak lama tapi terus tertunda. Tertunda karena khawatir jika aku tak sukses membagi hikmahnya yang luar biasa. Tentang beliau, bapak yang sering kusapa dan kulihat itu, disertai kepingan-kepingan sesal yang dimilikinya. Kesal pada diri sendiri. Mungkin setiap hamba pernah merasakannya.


Beliau kehilangan kesehatan, sulit diceritakan persisnya. Kesehatan, apa yang dipinjami diambil lebih awal olehNya dan membuat beliau yang aku berkisah tentangnya ini putus asa. Menangis, meraung, dan ingin mati saja. Allah. Berkali-kali, berhari-hari beliau bilang: "aku ingin mati saja."

Adalah kami, atau aku, mungkin senang mengatakan seharusnya beliau ikhlas menerima. Tapi sepertinya, ini menjadi tak sederhana karena yang ditangisi bisa jadi bukan 'sekedar' kesehatan yang hilang. Tapi hukuman Allah atas hilangnya kesehatan itu. Dan setiap kali didera rasa sakit: mengingatkannya pada dosa penyebab sakit ini. Dan itu menjadi bertambah sakit karena sekarang dosa itu punya bukti.

Seperti seorang guru SD saya dulu yang menangis di depan kami muridnya, beliau (agak) tuli. Yang ditangisi bukan berkurangnya pendengaran karena usia yang sebenarnya masih cukup muda. Tapi setiap beliau kesulitan mendengar, timbul penyesalan karena teringat lagi penyebab Allah ambil nikmat mendengar itu. Beliau sering mengabaikan ucapan orangtuanya. Tapi begitu lah Penyayangnya Ia, agar berhenri bersikap acuh pada kedua orangtua haruslah disadarkan. maka direnggut pendengaran. Beliau menangis, tapi mensyukuri. Allah punya cara mendidiknya agar tak menjadi anak durhaka.


Allah, dan aku tak akan mampu jika kau ambil semua yang memang sejatinya milikMu, karena dalam setiap jengkal diri ini penuh dengan kesalahan yang layak dihukumi.

Tak ingin menjadi mereka yang terlempar ke neraka. Walau ada banyak alasan bagi diri ini untuk berakhir di sana: "orang-orang yang bermain-main dalam perbuatan dosa, pada hari itu mereka didorong ke neraka Jahannam sekuat-kuatnya" (52:12-13)

0 komentar:

Geram

Kawan, kau tahu rasanya seperti apa ? Seperti katamu kemarin. Membohongi semua orang.
Allah masih Maha Menjaga semua aib kita.

"...sedangkan orang bodoh adalah yang memperturutkan hawa nafsunya namun kemudian berharap muluk kepada Allah" (HR. Turmudzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

-kita, mereka, dan prasangaka
Allah Maha Baik menutup segala aib

ingin kuberi tahu seperti apa rasanya : geram. Mendapati salah yang sama terus berulang.

0 komentar:

Idealisme-Keangkuhan-Fleksibilitas-Meremehkan

Sepertinya tipis sekali beda antara idealisme dan keangkuhan. Betapa saya merasa seorang saudara begitu jumawa dengan idealismenya. Hanya ingin mempertontonkan betapa idealisnya seorang dia. Walau kadang juga hinggap ragu, jangan-jangan hanya saya yang tak mampu berbaik sangka.

Dan juga, di sisi satunya. Begitu samar beda antara fleksibilitas dengan meremehkan. Saat mulai melonggar, mencair, dan bertoleransi..adakah sesungguh fleksibel atau nyata-nyata meremehkan.

Maka karena begitu sedikit jarak idealime dan keangkuhan, karena tak banyak beda fleksibel dan meremehkan..jadikanlah idealisme ku sesungguh takut kepadaMu. Bukan karena angkuhku di hadapan hamba-hambaMu. Pun jika aku melonggar-mencair-dan bertoleransi dengan sikapku juga bahasa smsku atau apapun itu, jadikan itu selurus niat mengatakan pada mereka bahwa aku manusia yang ingin memanusiakannya. Bukan karena meremehkan laranganMu, ataupun menambah rusak hati dan iman hambaMu itu.

Dengan apa harus kujawab tanyaMu :

"apakah kamu ingin memberi alasan yang jelas bagi Allah untuk menghukummu?" (5:144)

0 komentar:

Selemah-Lemah Iman

Marah adalah saat menyaksikan, mendengar, merasa ada yang salah dari kamu. Ada yang salah, ada yang salah. Dari kamu. Kamu yang dulu pernah membersamaiku dalam majlis-majlis kebaikan. Pernah. Dulu.

Majlis kebaikan, masih ingat kan ?

Kalaupun akhirnya, kamu memilih dia, lelah menjadi seperti aku yang begini-begini saja. Maka pergilah. Lalu kembali. Kembali saat aku mulai ingat untuk mendoakanmu lagi. Saat aku tahu seperti apa akibat lupa menyelipkan namamu dalam bait-bait penghambaanku padaNya. Melapangkan diri untuk tak hanya memohon perlindungan bagi diri pribadi tapi mendoakanmu juga agar dilindungi.

Benar, aku yang salah. Dan aku marah. Marah pada diri sendiri tentang betapa terlambat menyadari bahwa memang bolak balik itu milik setiap hati. Dan selemah-lemah iman itu mendoakanmu. Mendoakanmu agar lekas kembali.

0 komentar:

Aku Melihat

Menjumpai sahabat-sahabat sebaik itu, sekontributif itu. Sepagi tadi. Sesenja hari ini. Dan mereka, setiap dirinya mampu menghembuskan semacam kelu: ah, surga masih sangat jauh untukku

Menggombali dengan kata-kata: "hai cantik ;P
Tersenyum penuh arti, menatap lama-lama dengan setulus hati, atau pura-pura marah. Apapun, seluruh sikap dari dirinya atau di dalam ekspresi yang dipersembahkannya menjadi sebuah energi. Malu hati, Allahu Rabbi aku menyesali minimnya kontribusi. Kabid danus yang sibuk menghitung hasil dagangan, teman HPD yang totalitas perjuangan :), ah semua.. Tak perlu kusebutkan satu per satu. Karena terlanjur aku sudah malu.

Malam ini, sepulang dari kajian pekanan akhwat..sepanjang Ceger-Sarmili terbayang kembali setiap wajah tadi yang membangkitkan semangat. Semangat, sesuatu yang di hatiku belakangan karam-tenggelam. Nyaris padam, dilalaikan oleh duniawi yang melenakan. Lillahi, membenci setiap yang membuat ku jauh dariNya maka aku membencinya. Dan wallahi, mencintai apa yang mendekatkan ku padaNya maka aku mencintai kalian.

Dan yang belum berhadir, siapa tahu ada semangat yang hampir hilang, entah sedang bersembunyi dimana semangat itu lalu muncul seketika setelah kita bersua..maka hadirilah pertemuan dengan saudari-saudarimu. Mungkin kan tertemui lecutan kebaikan itu lagi. Lewat tatapan mata, geraknya yang menggerakkan hati, senyum yang menggetarkan, gombalannya yang menyenangkan, atau wajahnya yang meneduhkan. Sungguh, aku sungguh menemukan itu semua senja hari ini. Hmm, juga tadi pagi.

Menatap lingkaran kita di bawah senja yang jingga, aku melihat masa depan Islam yang gemilang di tangan muslimah-muslimah hebat Anggaran. Afwan jiddan untuk banyak kekurangan, kekhilafan, ketidak-layakan, ke-kurangkontributifan. Terima kasih untuk telah menghadirkan semacam kelu yang bertalu di kalbu: ah, surga masih sangat jauh, untukku..

Semoga Allah senantiasa menumbuhsuburkan kebaikan di antara kita dalam setiap ikhtiar menuju surgaNya.
terima kasih dan maaf, saudariku (jika boleh aku menyebutmu begitu :')

sepenuh cinta, Widya. (Di tengah tugas Etprof yang belum selesai-selesai juga :')

0 komentar: