Lelah

Lelah. Saat kau tak tahu lagi cara menangisi kemunduran-kemunduranmu. Atau mungkin kau lupa, atau mulai meremehkannya.

Entahlah. Mungkin dan barangkali. Hampir selalu seperti itu, nyaris tanpa jawaban pasti. Dan tentu saja kau lelah. Akhirnya menyerah pada tangis yang enggan membasah. Pada air mata yang kering, pelit bersimbah. Lalu hanya tengadah.

Sampai kau paksakan. Pilu sesenggukan. Tak tahu kenapa hatimu begitu membatu. Tidak, bukan tak tahu. Tapi kau malu untuk mengaku bahwa itu harga mahal yang harus dibayar untuk maksiatmu. Pada janji yang tak juga bosan terkhianati. Pada janji yang tak kunjung pernah tertepati.

Seteguh harusmu, serapuh jadimu. Maka rasai, kau mulai lelah sendiri.

Berhentilah berdusta, berhentilah membuat dirimu tersiksa. Karena kau pun sudah punya jawabannya, jauh sebelum kau tanyakan kenapa.

(sungguh ini tentang aku. Aku yang minta didoakan sensitivitas keimanan tingkat tinggi dan juga nurani paling bening yang kumiliki. Untuk diin ini.)

0 komentar:

A-Asykuru am Akfur ?

Buka pertama sesampai di kampuang tacinto.. #horeeeee#

@ rumah nenek dengan menu : sala, onde-onde, semangka, kelapa muda, mie goreng, ayam goreng, gulai kambing, ikan bakar, pepes ikan, dan bakwan. Belum dimakan pun, sekedar dipandang pun, rasanya sudah kenyang duluan. Ibu, begitu saya memanggil nenek saya, memang selalu wah menjamu menantunya (papa saya) dan cucunya (saya dan adik-adik saya). Istimewa banget kalau dapat mertua orang Pariaman..
*kode ;)

Tapi, hari ini bukan itu yang teristimewa..

Istimewa adalah saat ruang tengah rumah kami menjadi tempat sujud papa, mama, dan saya. Saat papa mengimami tarawih pertama kali seumur hidup saya. Jam 12, tengah malam ini kami memulainya dalam keadaan lelah sesampai di rumah..

Mungkin ini biasa untuk kawan-kawan lain. Tapi istimewa buat saya. Saat saya berwudhu di belakang, tiga sajadah itu telah terkembang. Saat saya belum mengenakan mukena, takbir papa telah berkumandang. Kalah merdu memang,, jika dibandingkan ust Sunarso di MBM. Jauuuuuh...tapi saya senang dan tenang..

Allah, nikmatMu yg mana yg kudustai? Memang tak layak Engkau terus ku khiananati, lagi dan lagi..

jagalah lembut hati imam tarawih saya malam ini ya Hadii. Pun seorang makmum yang berdiri di sebelah saya yg memang lembut hati. "juga untukmu seumpamanya," ucap malaikat mengamini.

"Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah engkau nyatakan" (93:11)

0 komentar:

Satu atau Dua Detik

keluar dari jalan mede rumah tante. Diiringi tangisan alfi yang pilu ditinggalkan saya. Padahal baru saja tadi malam dijanjikan HP Angry Bird. "besok kita beli ya, biar Alfi bisa telpon kakak." Dia boleh sakit hati saya tinggalkan sepagi ini, tanpa janji yang terealisasi. Tak tega sebenarnya. Jadi ragu, ingin balik lagi. Tapi ya sudah wid, ini sudah terlambat seharusnya.

Merogoh saku menjelang mulut gang. Uang saya tak ada untuk angkot. Ingin kembali ke rumah meminta ongkos ke tante. Di dompet tinggal selembar terakhir sebelum pulang. Bimbang antara balik lagi atau uangnya dipecah. Ya sudah, jajan aja.

Jalan...terus jalan.. Warung-warung tutup. Agak jauh, akhirnya ketemu warung yang buka. Saya beli permen dan roti. Dua ribu saja.

Dan di depan warung itu saya tunggu angkotnya. Tepat, ketika seorang akhwat bergamis hijau di seberang ingin menyeberang. Dalam satu atau dua detik kemudian, senyum kami terkembang.

Ah,ini dia hikmahnya. Kenapa saya tak bertahan karena tangisan Alfi. Kenapa saya tak kembali ke rumah untuk meminta ongkos. Kenapa warung-warung yang dekat tutup semua. Kenapa warung itu yg buka. Itu hanya untuk sebuah alasan :karena saya harus bertemu dg akhwat ini. Akhwat yang memercikkan girang di hati saya. Bahwa ada orang sepenanggungan. bahwa "jalan yg saya tempuh ini" tak selengang yang saya bayangkan.

Setelah kami bersalaman, dilanjutkan dialog ringan selayaknya orang yg baru saja berkenalan.

"wajah kebaikan itu bisa mencari tahu siapa kawannya"-kata pak Cahyadi. Mudah-mudahan memang demikian. Wajah kebaikan yang mengenal wajah kebaikan lain. Ketika di atas angkot pun, saya diperkenalkan dg kawan beliau yg telah duluan di atas angkot yg kami tumpangi. Mb yg harus memindahkan ma'tsurat yg tergenggam untuk menjabat tangan saya. Selebihnya senyum tulus perpisahan ketika mereka turun. Ukhuwah itu memang menggetarkan, sekaligus menguatkan.

H-1 pulang

0 komentar: