Pernah Muda

Takjub mendapati kita bisa senyambung ini.  Setelah dihitung selama 8 tahun peerkenalan kita, 1 SMP sampe tingkat 2, kita baru pernah bertatap muka 9 kali dengan yang tadi. Benar-benar bisa dihitung.Maka mari ucapkan wow :)

Pertama, lomba pidato bahasa Inggris dan baca puisi di SMP Negeri 1 Lubuak Basuang tacinto
Kedua, lomba pidato bahasa Inggris di Kantor Dinas Pendidikan Lubuak Basuang tacinto
Ketiga, berpapasan di CREATIVE Lubuak Basuang tacinto
Keempat, Resa ngajar di kelas Widya di CREATIVE Lubuak Basuang tacinto
Kelima, nginap di Padang untuk pidato bahasa Inggris dan menulis karya tulis
Keenam, sekejap di Bukittinggi
Ketujuh, di Gramedia Padang
Kedelapan, tingkat satu tahun lalu di Gramedia Bintaro
Kesembilan, hari ini dalam rangka ifthor jama'i

Sesuatu ya, Cha :')
Maka mari berterima kasih kembali pada tokoh-tokoh yang menjadi sebab perkenalan kita. Saudara Ravio Patra Asri (mantan ketua Osis SMA Negeri 3 Lubuak Basuang tacinto) dan Yoki Dwi Febrian (peraih nilai UN tertinggi angkatan 2007 SMP 1 Lubuak Basuang tacinto)

-walau sekali pun saya tak pernah ikut lomba pidato nya. Hiks, padahal pengen-

'ala kulli hal, terima kasih, terima kasih. Untuk hari ini. Walau mungkin kita hanya akan ketemu lagi tahun depan, mari saling mengikat hati dengan doa :)

0 komentar:

Just Thinking

Saya tak ingin mengatakan bahwa ini sebuah kegalauan. Galau itu pilihan dan saya tidak memilihnya. Ini hanya kontemplasi. Apa yang menjadi tanya bertubi-tubi. Menjadi-jadi.

Ketika cultural shock itu menimpa saya. Terlempar ke sebuah tempat yang hiruk. *lebay lu,wid (kata seorang kawan).

Biarlah,saya tahu saya terlampau banyak berkisah dan berkeluh kesah. Tapi ada yang sedang bertumbuh di pikir saya. Kesimpulan dari pemahaman saya selama ini. Belum final memang tapi lebih teruji, walau kadang rasanya sungguh menyesakkan pikiran dan hati.
*tuh kan apa gua bilang, lebay lu*
-.-'
 
Kata seorang kawan, "belum tentu orang yang paling ketat dan strick itu yang paling baik. Sebenarnya merekalah ikhwah paling lemah, paling rentan, dan paling mengkhawatirkan." Entah, kalimat itu diperuntukkan untuk saya atau untuk dirinya sendiri atau untuk kawan kami.

Tetap saja saya pikir orang fleksibel itu meresahkan. Dekat mereka bikin gerah. Walau mungkin saya pernah. Naudzubillah.

Belum juga rasanya puas, saya sampaikan pada seseorang itu saat saya pulang. Seseorang yang banyak membantu saya berakselerasi pada pemahaman saya. "Saat ini,jenis ujiannya memang demikian. Dinikmati saja dan buktikan bahwa anti tahan uji. Karena besar harapan uni, wdya bisa meringankan beban da'wah ini."

Tangis yang tumpah. Tapi aplikasi jauh dari harapan. Jauh. Tak mampu selurus di sana. Tak mampu seteguh dan setangguh di sana. Itu terus isi cerita saya pada kawan lama.

"Ya iyalah,tak mungkin pakai standar yang dulu,ukh. Kondisinya beda. Harus adaptasi." Kata seorang kawan.

"ya, jangan pakai standar ganda donk. Dimanapun kita, amalannya harus tetap sama," kata seorang kawan lain.

Sungguh, belum selesai. Entah kapan selesai. Dan saya bingung cara menyelesaikan tulisan ini. Tinggal dibubuhi titik, selesai.

0 komentar:

Mama di Mata Nana

Bang, sini Nana kasih tahu, bagaimana pernah ada satu hari, ketika Nana merasa sangat hancur. Lalu gumaman itu ada, gumaman rindu untuknya, Mama kita. Mungkinkah kau mengerti. Atau pernah kau rasai sendiri. Maka kisah ini akan kubagi, teruntuk seorang wanita luar biasa yang telah membuat kita mendewasa. Seorang Mama yang menangis luka saat kau tak sama dengan harapnya. Bukan marah, atau kecewa. Tapi luka karena merasa beliaulah yang salah. Saat tak jadi mengantarkanmu ke sekolah itu dan menyaksikan bagaimana kau sekarang. Dia begitu mencintaimu. Mencintai kita, maka bahagiakanlah Mama.

......................................................................................
 
Aku ingin ada di situ, di samping ibuku. Lalu mengadu. Mengadu sepuasnya. Tentang apa yang ku tangisi. Tentang apa yang ku sesali. Tentang apa yang ku tulisi.. Lalu ku ingat dia menatap tangisanku. Membelai dan mengusap air mataku. Mengecup, menghirup luka yang tersimpan di sana. Aku yang luka dan tak mau sembuh dibujuknya :

“Cerita hidup kita sesungguhnya telah selesai. Telah selesai di sisiNya dan kita tinggal menjalaninya. Menerima.”


Semakin menyembur luka-luka. Meraung-raung pilu. Dia lalu diam mendengarkan kesakitanku.. Kuceritakan arti sakit bagiku.. Kuberitahu mimpi yang hancur karena kebodohanku. Walau dia lebih tahu, lebih tahu arti kecewaku. Arti kesedihanku. Tahu lebih dari aku. Aku pikir aku ingin pulang.

Ku tanya, mengapa aku harus begitu kecewa ?
dia diam saja, tersenyum. Mengusap air mataku, dan matanya memerah juga..........................................................................


Mama. Adalah alasan kenapa kita ada. Alasan Nana bisa mengenal air mata dan memaknainya.

dari anakmu yang hampir tak pernah mengucapkan selamat hari ibu. Hampir tidak pernah, mungkin cuma 3 kali seumur hidup, itupun satu kalinya telat seminggu.

Widya yang juga selama 3 tahun di asrama juga selalu lupa hari ulang tahun Mama T.T
Widya justru selalu bilang selamat ke Mama setiap Widya ulang tahun. Judulnya selalu sama. "Kado ulang tahun untuk ibuku di hari ulang tahunku."

Widya sayang Mama. Selamat ulang tahun, Ma

0 komentar:

Ditulis Untuk Abang Nif Sayang

Sahur pertama.
"Pa,mohon maaf lahir batin ya Pa". Nyaris seperti biasa, Papa akan menjawab datar, seperlunya, setelah itu kami seperti bingung akan saling bilang apa.

Telepon beralih ke si abang. "Maaf lahir batin ya,Bang." Dia menjawab dengan dua kata 'he eh'. Itupun dicampur ngantuk :)

Lalu si Aiyah shalihah yang baru naik ke kelas enam, dia duluan yang bilang : "Nana, maafan Isya yo Na." Tentu, sayang.

si bungsu Huda masih tidur, lalu yang terakhir adalah Mama.
"Mama,Nana mohon maaf lahir batin ya Ma."
jawaban Mama yang sukses membuat mata saya berair.. -sama sama Nak. Mama juga minta maaf. Kesalahan yang Mama sengaja atau yang tidak.-

Mungkin terdengar klise tapi begitu tulus. Sampai ingin menangis dan bilang, "Widya yang lebih banyak salah Ma."
-Belum tentu begitu. Mama lah yang paling banyak salah. Maaf ya Nak-

setelah itu benar-benar meleleh.

0 komentar:

Lebih Indah

Mungkin sering kulantunkan, bahwa aku mencintaimu karenaNya. Kutulis di atas kertas, atau kuselipkan dalam pesan singkatku padamu, atau kubiarkan hanya hatiku yang berucap.

Hmmm, aku benar-benar pernah menangis karena merindukanmu. Aku benar-benar pernah tersenyum mengingat satu dua episode kita. Aku benar-benar pernah sangat ingin meneleponmu. Aku benar-benar tak tahan ingin bertemu denganmu. Aku benar-benar pernah sesenggukan karena tak rela berpisah denganmu. Benar-benar pernah tak mau melepaskan pelukan atau rangkulanmu lebih dulu.

Percayakah kau dengan semua yang kuucapkan? Sakit sekali rasanya saat satu kali dua kali kita berbeda pendapat sampai harus agak bersitegang. Saat terdorong nafsu untuk mengatakan siapa di antara kita yang lebih baik. Aku benar dan kau salah.

Dan kubiarkan egoku menyakitimu. Kubiarkan saja.
Ternyata, walau berkali-kali kukatakan mencintaimu, tak ada tanda-tandanya dalam akhlakku. Aku yang jahat padamu. Aku yang senang mengacuhkanmu. Aku yang gembira bisa mengabaikanmu.

Saat kupikir aku sudah terlalu jauh menyimpang, aku hanya butuh mengingatmu. Mengingat sudah sejauh apa kau berjalan dan aku masih betah berdiam. Atau mengingat bagaimana kita di jalan ini. Saat bisa menangis bersama entah karena apa. Saat suatu hari di pangkuanmu aku benar-benar sesenggukan, tak bisa ditahan. Terlalu jauh saat itu jalan ini kutinggalkan.

saat rindu itu sungguh membelenggu.

-mungkin ada satu dua kau merasa apa yang kutuliskan tak pernah kita lalui bersama. Itu karena memang apa yang pernah menjadi kenyataan di antara kita jauh lebih indah dari yang kutuliskan. Jauh lebih indah.-

0 komentar:

Telepon Pagi

Hmmm, ini tentang perbincangan via telepon kita lagi. Ketika kembali memaknai apa-apa yang patut disyukuri. Semuanya. Keberadaan di sini, orang-orang yang kita kenali dan beberapa di antaranya begitu menginspirasi. Dan cara ini hampir selalu berhasil, menelepon seseorang itu untuk mengingatkan semangat yang aku hampir tak ingat. Seketika, semangat lagi. Selalu berhasil.

"Nana bersyukur ada di sini, Di. Padahal sedikitpun dulu tak pernah terbersit pikiran kuliah di tempat ini."
Menghitung-hitung nikmatNya yang tak pernah berhenti. Ah, tiba-tiba malu sendiri, bahwa dengan melimpah ruahnya nikmat itu harusnya kita sudah terbang tinggi.

Tak perlu terseok. Menangisi diri yang seolah tak pernah mau berhenti menjadi seorang pendosa, ingin sekali bercerita padamu. Pada sangka baikmu yang selalu bilang aku ini begini dan begitu. Sifat positif yang kau lekatkan dan sematkan dalam diriku. Haruskah ku ceritakan padamu, bahwa sebenarnya tak ada orang yang lebih buruk dari aku. Tak ada yang lebih buruk dari aku. Tak ada yang lebih buruk dari aku. Tapi aku terlampau pandai menipumu untuk terlihat baik, sangat baik.


Kali ini buka tentang perubahan-perubahan teman kita lagi, ini hanya tentang aku dan kalimat-kalimatmu tadi yang sengaja dipersiapkan takdir agar aku menginsyafi banyak hal, jazakillah..

0 komentar:

Bukan Sugesti

Tak akan ada yang mampu menyakitimu jika kau tak mengizinkan dirimu disakiti. Dan tak akan ada yang mampu meruntuhkan keteguhanmu jika kau sendiri tak mau runtuh. Pun tak ada yang bisa merubuhkan semangatmu jika kau sungguh membangunnya. Hingga kulihat iblis pun lelah menggangguku, dia mulai ragu untuk mengggelincirkan aku. Karena kau tahu makhluk la'natullah,, aku ini muslimah tangguh yang tak akan lumpuh. Teguh, kokoh, dan terus bertumbuh. Tak akan keluh hanya karena peluh.

Tak akan terlena karena titipan nikmatmu. Tak akan larut dalam ujian kesedihan.

0 komentar:

Menyahabatimu

Dan tak bisa mengelak bahwa kini kita terperangkap dalam masa dan tempat yang tak lagi sama. Menghadapi peristiwa berbeda yang tak henti menerpa dan menempa. Memaksa kita, yang perlahan beranjak tua,menjelang berkepala dua, haruslah memiliki cara pandang seorang yang dewasa.

Berbincang denganmu, seperti apa aku mengisahkannya. Mengulang lagi apa yg pernah kita temui bersama. Indah menyejarah dan tak akan terulang. Seragam putih abu-abu dan juga batik biru telah berlalu.

Kita yang sekarang dan kita yang dulu. Pasti ada yang berubah, banyak malah. Lalu ku ulang bagaimana aku menemanimu membeli jilbab, bagaimana kita berjalan di lorong menuju kelas dengan mata berkaca-kaca melihat kakak kelas yang luka. Membaca buku Asma Nadia bersama.

Percayalah, di atas segalanya aku dititipi banyak hikmah oleh Allah karena menyahabatimu. Menjadi saksi mimpi-mimpimu, menatap doamu dengan tangan yang menampung rahmatNya dengan mata begitu redup, aku terenyuh, kau berharap padaNya dengan suara yang lembut, penuh harap dan juga rasa takut. Cemburu pada juz 30 mu itu yang agak sedikit mnghinaku (hhhehe), belajar cara shalat dengan segenap jiwa. Darimu, itu semua darimu.

Maka saling menelisik hati, apakah itu semua masih setia terjaga dalam diri kita? Atau justru banyak rasa yang sudah tercerabut dari hati? Tergerus oleh aktivitas lagha.

Aku yakin, kau bisa menuntaskan kalau hanya sekedar juz x itu. Ayo bersemangat menyelesaikannya, hanya butuh segenggam kesungguhan :)

ah benar, kau memang dewasa. Menatap kita berdua terjebak dalam pigura kuning di sebelah tempat tidurku. Tiba-tiba, ingat lagi pada orang yang memaksa kita foto saat itu. Sangat ingin berterima kasih padanya :')

menutup telepon tadi, serasa kembali ke alam nyata. Diseret realita,tentang hidup yang terus berdinamika. Selesai, tamasya dan rihlah ke masa lalu saat menyandang status sebagai anak asrama,,bersama seorang kawan yang istimewa

0 komentar: