Cemburu

"karena tak bisa, tak akan pernah bisa,,
ada 2 cinta dalam 1 rongga.
Cukup kau pilih : ridha-Nya atau sekedar hawa"

kata seorang kawan, barangkali kita akan cemburu pada seorang pemuda yang buruk masa lalunya. Sedang kita menjaga diri kita. Barangkali ada benarnya, atau justru banyak salahnya.

...dan saat aku merenungi kata-kata kawan itu, ada yang rasanya sudah lama kulupa: betapa Dia Maha Cemburu. Sang Maha Cinta.

"kau hanya butuh membaikkan dirimu, ukh. Dia tak pernah salah memilihkannya untukmu."

obrolan hari ini dengan 2 kawan berbeda.. Terimakasih untuk apa yang tanpa kalian sadari, amat sangat mengilhami..

0 komentar:

Seorang Kawan

"Nana,, ana gak akan nelpon nana kalau belum selesai juz x...." kata seorang kawan dalam smsnya sekitar 2 minggu lalu.

Kawan yang sangat amat saya rindukan. Rindu mencuci baju di KMB bersamanya, rindu menyimak bacaannya atau disimak olehnya..Rindu berkisah dengannya di Mishbahul Ulum kami. Rindu bertubi-tubi.

Kawan yang saat (akhirnya) tadi saya telepon dan dia bilang : "sebenarnya ana udah mau banget nelpon nana sejak kemarin-kemarin, tapi belum selesai juga juz X nya..."

Rindu dengan senyumnya yang tulus, bercerita lepas tentang apa saja padanya.
rindu rindu.. Betapa ingin sekali berjumpa dengan dia, menjabat tangannya lalu memeluk erat selekat-lekatnya..

Rindu, rindu..
Rindu, dan dia bilang : "ukh, nanti pengen banget denger nana bilang kalau nana cuma tinggal 3 lagi, tinggal 2 lagi..

Rindu yang tak sudah-sudah pada ajakan kebaikannya, dan jazahallah untuk semangat yang meruah membuncah berlimpah-limpah setiap menelponnya. Energi yang sukses ditularkannya.

akhirnya syukur padaMu untuk anugerah saudari sebaik itu..

Ukh, aku rindu surau itu.. T.T

0 komentar:

Keluarga

Saat rindu itu benar-benar membelenggu..
Aku ingin ada di sana, tempat yang menerima diriku utuh sebagai aku...

0 komentar:

Matanya Semerah Saga

Pernahkah diacuhkah seseorang yang kita sayang? Kalau ketemu dia gak negur kita, rasanya seperti tak dianggap. Jadi bertanya-tanya, sebenarnya bagaimana posisi saya di sisinya. Lalu bagaimana jika yang tak pernah menegur itu adalah Dia?
Adalah hari kedua UTS kemarin: di tengah genangan air mata seorang sahabat dan sesal yang meliputi hatinya. Mudah-mudahan saya tak salah mengambil hikmah.

awalnya cuma ngobrol biasa, sampai saya bilang :
"Jangan-jangan kamu cuma cari pembenaran! Merasa film-film itu bisa bikin kamu nyambung sama teman-teman padahal itu cuma modus dari kelalaianmu sendiri..!!!!!!" saya menghantamnya dengan kata-kata menghujam dan nada bicara menyalahkan. Tak suka dengan dia yang suka Korea.

Biasanya dia hanya senyum meladeni saya yang selalu emosi kalau tak suka sesuatu. Tapi kemarin itu, setelah menerima kata-kata saya itu, ada kaca di matanya, bening yang mau pecah. Berkeping-keping. Allah, dia menangis, dengan tangis yang tak bisa habis.

-aku udah ditampar, wid. Laptopku hilang, memang gak berkah. Aku takut, Wid. Aku malu.-

dan mengalirlah semua yang selama ini dia tahan di hatinya. Cerita kehilangan sekitar sebulan lalu. Sakit bukan karena kehilangan itu sendiri tapi lebih karena dilumatkan rasa bersalah atas tak berkahnya barang itu sampai harus diambil paksa, dilenyapkanNya.

-mungkin memang harus begini caranya, karena teguran halus udah gak mempan. Aku harus dihantam, ditampar biar sadar. Apa aku udah terlalu kebal dengan teguran lembutNya-



saya melihat luka di matanya yang semerah saga. Dan setiap dia menceritakan sisi kelam dirinya saya terbayang sisi hitam diri saya. Allah pun tengah "menampar" saya dengan kisahnya.

*maka bersyukurlah bahwa Dia masih menegur. Dan takutlah saat kita merasa semua baik-baik saja, bisa jadi itu petaka karena Dia tak lagi peduli pada kita. Membiarkan kita menikmati setiap kemaksiatan dan dosa..*

0 komentar:

Papa Yang Dulu Selalu Nganterin

Menatap punggung laki-laki itu pergi. Dan beliau meninggalkan tangis, tangis di mataku. Tentang hidup yang tak sempurna. Atau terlampau sempurna.

Laki-laki yang suatu Shubuh mengantarkan ku berangkat didikan Shubuh. Kami berjalan berdua karena motor rusak. Laki-laki yang terus setia menunggui aku mengaji, belajar tajwid. Sejak kelas 5 sampai kelas 3 SMP. Hal yang ku banggakan jika ada yang bertanya, dimana aku belajar tajwid dulu? "Papa yang dulu selalu nganterin."

Allah, aku kurang bersyukur apa jika aku kecewa. Saat dia mengunjungi ku hari ini, dan aku berkata : "Masuk yuk Pa, tapi itu dimatiin dulu.."

Tertegun, dan segera mengangguk : "iya, ini dibuang.."

Aku tak ingin siapa pun yang sempat membaca ini mengerti apa yang kutuliskan. Saat satu satu air mata itu luruh di wajahku, yang ada hanya kepedihan mengingat percakapan-percakapan terakhir kami barusan. Perbedaan lagi, perbedaan di antara kami.. Maka lembutkan hati nya ya Allah, atau hatiku yang batu.. Demi kebaikan-kebaikan dan jasa-jasanya untukku, bantulah beliau dalam banyak kebaikan.Demi mendiamkan aku 2 minggu, demi membangunkan aku shalat Shubuh dulu. Demi menyimak hapalanku. Demi nafkah yang selalu ikhlas dia berikan. Demi harapannya untukku. Demi adzan yang dikumandangkan pada pendengaranku. Demi apapun, ya Allah. Bantulah beliau terus dalam kebaikan.

Suatu hari dengan tangis laki-laki nya yang mahal, Papa bertanya : "Widya kecewa sama Papa?"
Lalu kami terisak..Ketidaksempurnaan : saat bahagia dan kecewa itu berbaur di hatiku.
Terima kasih untuk hidup yang tak sempurna,, atau terlampau sempurna.. Aku sedang menuliskan kisahku....

0 komentar: