Bersama Para Penjaga Wahyu

Walaqad yassarnaa Al Quraana lidz dzikri, fahal min muddakir  (QS. Al Qamar : 17, 22, 32, 40)


Bahkan Allah ulangi empat kali jaminan serta garansi kemudahan menghapal Al Quran dalam surah Al Qamar (juz 27). Dalam Mukhayam Quran Akhwat Nasional akhir Agustus lalu, ust Abdul Aziz bercerita tentang juz 27.

Siapapun yang pernah mencoba menghapal juz 27 pastilah merasakan bahwa juz ini termasuk juz yang ramah karena ada beberapa surat yang sudah familiar seperti Ar Rahman dan Al Waqi'ah :)

Awalnya Ad Dzariyat, lalu Ath Thuur, kemudian An Najm. Biasanya sesampai di Al Qamar akan sedikit kewalahan. Al Qamar menjadi bonus mujahadah bagi para penghapal karena cukup terbilang sulit. Ketika menyetorkan surat ini di An Nashr kepada ustadzah Ari, saya diminta lebih memperhatikan huruf 'ra' di akhir ayat, mana yang tasydid mana yang bukan. Agar lebih hati-hati dan teliti membedakan mana yang harusnya dibaca lebih ditekan mana yang biasa saja, belum lagi tafkhim tarqiqnya. Hmm, memang Al Qamar itu sesuatu :')

Selain itu, Al Qamar ini banyak bercerita tentang azab. Dan untuk menyelingi azab para umat terdahulu itulah Allah selipkan berita kemudahan menghapal Quran. Seharusnya kita heran, ketika berpeluh-peluh menyempurnakan hapalan Al Qamar tapi Allah katakan mudah. Kita bisa jadi bingung, terengah-engah melafal Al Qamar justru Allah tekankan berkali-kali bahwa itu mudah.


Tapi benarlah, setelah merasa berdarah-darah melancarkan Al Qamar, lalu Allah hibur dengan surah selanjutnya Ar Rahmaan..'Allamal Quraan. Seketika kita bergumam, Allah, Engkau tak menyalahi janjiMu. Hamba sampai di surah ini, sejuuk
Hingga berulang kali dalam surah itu ditanyakan "maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?"


di lingkaran kami semasa kuliah, sang murabbi berkisah. Ibunda Yoyoh Yusrah yang bertemu ummahat Palestina ditanya: "berapa jumlah anakmu?"
Wajar karena memang para ibu di sana saling berlomba membanyakkan anaknya untuk diwakafkan di jalan dakwah.
"tiga belas orang" jawab ibu Yoyoh.

kemudian ditanya lagi: "berapa jumlah hapalanmu?"
ibu Yoyoh : "20 juz" ketika itu hapalannya baru dua-pertiganya Quran.

"dua puluh juz? apa saja kerjamu di negeri seaman Indonesia?" sengat sang ummahat Palestina. Tanya retoris yang begitu menyentak ibu Yoyoh dan mungkin siapa saja yang ada di nusantara ini. Ibu Yoyoh segera menuntaskan hapalannya.

Ibu Yoyoh, srikandi dakwah negeri ini telah berpulang. Dakwah ini terus menanti kelahiran permata dakwah baru. Malulah kita pada almarhumah yang jumlah anaknya 13 orang. Kita belum dititipi amanah seberat beliau tapi amal kita masih jauuhhh. Malu juga pada saudara kita di Palestina, dengan segala kenyamanan di negeri ini masih terlalu berpandai-pandai membuat berjuta pembenaran atas kealpaan kita.

dan terlebih, malu pada Allah yang bertanya Maha retoris..

Walaqad yassarnaa Al Quraana lidz dzikri, fahal min muddakir ?
And We have certainly made the Qur'an easy for remembrance, so is there any who will remember ?

disusul tanya lain berikutnya: maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan ?"

#AYTKTM
Apapun Yang Terjadi, Kita Tetap Menghapal

Perlahan, menyabar-nyabarkan diri.. Yuk, melangkah berangkat menghapal Quran karena percaya pada janji Allah, juga karena sebentuk rasa syukur atas nikmat yang Allah berikan.

Maka,

Jangan tanyakan "kenapa sih kita harus menghapal ?" tapi tanyakan "kenapa kita masih malas-malasan menghapal ?"

-disambut adzan Magrib bumi minang, alhamdulillah..

0 komentar:

Bahagia Diatas Bahagia

Seorang kakak luar biasa pernah mengingatkan: "bahkan maksiat-maksiat kita masih saja berbalas karuniaNya"
 
Karunia. Satu kata yang oleh kita telah menyempit maknanya. karunia seolah-olah hanya terbatas pada apa yang disukai dan membuat bahagia. padahal karunia itu semuanya. segala yang membuat kita semakin dekat denganNya layak disebut karunia. Tetap bernama karunia, walaupun ia datang dalam wujud airmata.
 
Semoga kita tak pernah lelah belajar rela pada Allah...

"Tak mengapa, duhai Allah, asalkan ini membuat kami semakin merasa kecil di hadapanMu.."

0 komentar:

Ibu Jelita

Pernah diberi hadiah cantik oleh senior di Rumah Quran STAN, sebut saja namanya mb Ocky :) Catatan Hati Seorang Istri. Setelah membacanya, kak Linda bilang: kakak paling suka cerita yang ini. Kalau widya suka yang ini kak. Sampai Atika menunjukkan bagian cerita yang paling berkesan.

Kalau tidak salah ingat, ada kalimat di dalam cerita favorit Atika: "Dulu, kupikir hal paling membahagiakan itu adalah menikah dengannya. Menyerahkan kepemimpinan atas diriku kepadanya. Menggenapkan separuh agama. Ternyata ada hal yang jauh lebih membahagiakan di atas itu; ketika aku bertaruh nyawa melahirkan janin dari rahimku. Jihadnya seorang ibu."

Kurang lebih gitulah, bagian paling disukai Atika.

Tadi pagi sms dari seorang sahabat: udah masuk 9 bulan, ammah. Doakan yaa
Rasanya lama tak bertemu, batal hadir di hari dia dinikah. Mengurungkan niat menulis bait-bait selamat karena kecewa tak jadi bisa bermalam sebelum ia menjadi seorang istri. Dan sebentar lagi, sudah akan resmi menjadi ibu. Teringat materi ustadz Salim A Fillah di Stania Fair menggarisbawahi bahwa sabda nabi yang mengatakan surga di bawah telapak kaki ibu, bukan di bawah telapak kaki perempuan. Ada syarat bagi seorang perempuan untuk mempunyai surga: menjadi ibu.

Bertandang ke rumah seorang kakak usai TKD kemarin, binar di wajahnya juga sama. Menghitung hari menjelang kelahiran buah hati yang dinanti. Ada satu hal yang sedang belajar saya pahami; mengapa ketika di sana ada perjuangan yang berat dan pengorbanan yang besar, mereka justru menantinya?

Ibu.

Benarlah yang mengatakan Dan belum sempurna jelitamu sahabat, sebelum mengalahkan seribu sakit berhimpun, tulang berlolosan, syaraf tercabik, robekan pedih, darah bersimbah, namun tetap tersenyum untuk janin yang kau lahirkan. Subhanallah, bila ini ukuran cantik itu sahabat, takkan ada kata yang mampu saingi oleh jelita-jelita surgawi itu selamanya.

Untuk para ibu dan calon ibu, selamat berjuang.. Mencoba memahami dari harap cemas penantiannya, mencoba ikut meresapi perasaan seorang calon ibu. Walau mengerti, tentu masih belum mampu benar-benar menyelami kedalaman jiwa mereka.

Dan yang belum akan jadi ibu, semoga kita bisa memaksimalkan birrul walidain pada ibu di rumah. Membahagiakan ibu untuk segenap pengorbanan dan kasih sayangnya.

ibu.

0 komentar:

Dakwah Yang Kucinta

Kuliah Munakahat bersama ustadz Masturi dulu, ada wejangan beliau: "jangan sekali-kali mencintai secara membabi buta. Babi saja sudah haram, apalagi babi buta"


kawan-kawan, ini tentu bukan kode atau sedang galau. Hanya belakangan sering membaca artikel yang khawatirnya melemahkan semangat tulus beberapa sahabat. Dengan informasi yang melimpah ruah, kalau tidak disaring benar-benar akan membuat kepala pusing. Dan kesemuanya sangat mempengaruhi cara kita memandang secara proporsional dan objektif.

Dalam bincang dengan seorang kakak, beliau cerita kalau dulu sangat anti dengan training motivasi dulunya. Menganggap bahwa hal tersebut hanya sebatas teori tanpa aksi. Tetapi suatu hari hingga kini, beliau malah menjelma menjadi seorang training motivator. "Karena kakak sudah punya pemahaman baru tentang itu, dek.."

Berkaca pada diri sendiri atau mengingat beberapa kawan, ternyata memang segala sesuatu itu bisa berubah. Dulu orang yang kita kenal keras tiba-tiba bisa menjadi seorang lembut. Siapa yang dulunya benci bisa menjadi cinta, begitupun sebaliknya.. Dinamis. Kita tanpa sadar sering menilai seseorang tidak konsisten dalam bersikap dan berucap. Banyak hal dalam dirinya berubah, yang kita lupa bahwa beliau menemui banyak peristiwa apa yang berangsur-angsur akhirnya merubah seratus delapan puluh derajat pemikiriannya.

Kadang diri pribadi juga tak jarang begitu..

Ada sakit menjalari hati saat merenungi hijrah seseorang dari ghirah menuju futurnya.. Seketika tersentak, kini memang yang paling ampuh itu hanya introspeksi, barangkali banyak yang tak betah dengan dakwah karena mereka tak merasakan kesejukan tarbiyah dalam pribadi saudara/saudarinya. Dan biarkan semua menjadi rahasia Allah hingga semua kita terus berusaha semakin membaik dari masa ke masa.

Pernah ada yang mendengar ada yang memaki Umar bin Khattab habis-habisan dengan sangat kasar. Ketika diintip, ternyata Umar sendiri yang sedang memaki dirinya.. Ah kita, dengan segala macam alasan dan pembenaran, pastilah ada satu titik dimana kita bisa jujur introspeksi menghakimi dan memuhasabahi hati. Dalam ruang yang hanya kita denganNya.

Seperti cerita Ustadzah Hani di Ma'had Tarbiyah dulu, masih Umar, ketika pendapatnya sering berbeda dengan Rasulullah dan Abu Bakr. Tapi akhirnya Allah turunkan wahyu langit yang justru membenarkannya.. Ditariknya janggutnya di dagu, menyendiri berkaca-kaca sembari bertanya: "Allah, sebenarnya siapa diriku ini ?"

Dalam miris menyimak curhatan seorang kawan, saya titipkan doa..

Allah, maafkan, ampuni.. jika ada saudara saudari kami yang lari dan tak betah karena gerah dengan diri yang gersang ini..

0 komentar:

Mama & Nana

mungkin karena mama dan nana sudah sangat amat saling mengenal.
ketika nana bertanya pendapat mama tentang sesuatu, mama akan menjawab "terserah nana".. Sayangnya nana sudah sangat paham sebenarnya mama cenderung memilih apa. Dan teramat sulit mengabaikannya. Sekeping jiwa yang memang sudah terprogram untuk memilih tanpa bertanya diri sendiri.

ketika mama bertanya pendapat nana, nana akan menjawab "terserah mama". Dan sebenarnya mama sudah sangat paham nana sebenarnya inginnya apa.

0 komentar:

Istana : Markazul Quran

Pernah belajar macam-macam majas ? Nah, di antaranya majas ironi. Salah satu contoh yang diberikan guru bahasa Indonesia yang teringat sampai sekarang adalah kalimat "Masuklah ke gubuk kami ini" padahal yang mendengar merasa sedang berdiri di hadapan sebuah rumah megah.

ISTANA. Kalau kawan-kawan sempat bolang ke Padangpanjang, lalu mampir ke tempat tinggal saya di sana.. tepat di depan pintu asrama akan saya katakan: "Ahlan wa sahlan, silakan masuk ke istana kami ini"

Mungkin teman-teman hanya akan melongo menatap iba setengah prihatin dengan 'istana' yang saya katakan. Tapi percayalah teman-teman, tempat ini benar-benar sepotong firdaus yang turun dari syurga lalu mendarat tepat di lembah bukit yang sejuk. Sedikit terpencil. Yang pertama kali saya datang ke sini saja, langkah itu ragu. Benarkah ada kehidupan di bawah itu? Yang siapapun kemudian saya ajak ke sana pun reaksinya sama, bimbang untuk bisa menjejakkan langkah atau kendaraannya. Di kastil kami tercinta: Markazul Quran.

 Tujuh bulan sudah saya mendekam di tempat itu. Setiap hari adalah syukur tiada henti bahwa Allah Maha Baik, Maha Menyelamatkan, Maha Memelihara diri yang sudah bingung tak tau arah kemana melangkah ini #halah :p

Setiap hari adalah semangat menggebu menatap wajah bidadari Quran yang bahkan igauan tidurnya pun hapalan terakhir yang ia miliki. Setiap hari adalah sesenggukan malu tertinggal jauh dari mereka itu. Atau kelu menyaksikan adik-adik kecil menghidupkan malam-malam bersama surat cintaNya.
di catatan ini, saya ingin bercerita tentang tiga sosok saja: Hifzhah, peri kecil anggota keluarga istana ini. Lalu Ustadz dan Umi, orangtua kami.

Suatu malam, masih jam setengah 3 pagi. Seorang adik kecil bangun lalu melipat selimutnya rapi. Setelah berwudhu, ia bertanya dengan wajahnya yang masih kemilau air wudhu : "kak ini aku shalat apa ? witir ya ?"
dengan terharu kujawab: "iya, tapi tahajjud dulu 2 rakaat"
ia masih bertanya lagi: "hmm, berapa kali kak ?"
senyum: boleh sekali atau lebih

lalu memperhatikan berdirinya yang lama. Ia shalat dua kali dua rakaat.

"kakak tadi berapa kali tahajjudnya, kak ?"
"tadi kakak empat kali.. Hifzhah baca apa aja kok lama shalatnya ?

Basah mendengar celoteh adik kelas dua itu, "rakaat satu An Naba An Naziat, rakaat duanya 'Abasa. Trus At Takwir. abis itu capek, jadi yang terakhir surat pendek hihi. Habis ini hifzhah tambah dua kali lagi ya kak biar sama kayak kakak ?"

langsung meleleh..

Ia sempurnakan 11 rakaat beserta witir. Ia usai 30 menit menjelang Shubuh, kemudian kutanyakan: "kalau hifzhah ngantuk, boleh tidur lagi. Nanti kakak bangunin.." tapi ia menggeleng, dan memilih murajaah. Iri dan cemburu dengan ringan langkahnya pada kebaikan.

Ustadz Idris dan Ummi.

Pertama kali bertemu adalah kelas 1 SMA. Pembina tahfizh di asrama.

Dulu, Imam Bukhari bermimpi bertemu dengan Rasulullah yang dikerubungi banyak lalat dan Imam Bukhari dalam keadaan mengipasi Rasulullah untuk mengusir lalat dalam mimpi tersebut.Beliau pun menanyakan pada gurunya Ishaq Ibnu Rawaih apakah takwil dari mimpi tersebut..dengan takwil yang begitu menarik, sang guru menjawab :
-engkaulah yang akan membersihkan hadits Rasulullah dari kepalsuan-

Sebuah kalimat yang tertancap dalam di hatinya. Menjadi tekad yang sejak memperoleh jawaban takwil dari sang guru, Imam Bukhari memusatkan perhatiannya untuk hadits.

Teringat dulu, seperti Imam Bukhari yang tersentak dengan kalimat yang menancap, saya pun sama. Tersentak dengan kalimat ustadz: "siapa yang belum selesai juz 30 maka akan tinggal kelas.

Maka saya berangkat dengan motivasi kerdil  "agar tak tinggal kelas itu". Tapi keberkahan ilmu beliau terasa merasuk hingga kini, bahkan dengan niat sekedar naik kelas pun saya rasakan kekokohan azam yang hadir setelah itu. Berpisah selama 3 tahun di kampus, selalu ada masa-masa terburuk yang membuat saya sangat terpuruk. Merasa sangat buruk. Tapi mengenang wajah beliau, ada kesejukan yang terus menyemangati. Yang membuat ingin terus kembali bangkit walau jatuh. Dan alhamdulillah kini kembali di bawah pembinaan beliau berdua lagi.

Siang tadi, dalam mimpi bertemu ustadz dan umi. Orang tua di istana kami. Kalau pulang, terasa energi yang dimiliki berkurang tak seutuh saat bersama. Tapi Allah ingatkan dengan mimpi, bahkan dalam bunga tidur tadi ustadz dan umi memberikan motivasi. Terasa alangkah berkah hidup bersama mereka, Allah jaga kokoh azam saat berjauhan lewat mimpi dengan mereka berdua. Padahal baru berpisah 4 hari.

Kalau teman-teman sempat, singgahlah ke sepotong firdaus ini. Di negeri serambi makkah padangpanjang. Istana kami: Markazul Quran.
Ramadhan, syahrul Quran..

0 komentar:

Antara Menulis dan Ramadhan

Hanya diam dengan wajah yang dipaksa pura-pura tak tertohok.. saat seseorang kakak bertanya: "dek, mana tulisan terakhirmu ?"

Setiap kali pulang ke rumah dan duduk di depan laptop, selalu ada semangat meluap-luap menulis. walau sekedar episode-episode kecil yang berhikmah, minimal kegiatan di Markazul Quran yang bisa memotivasi teman-teman. Hanya baru selesai mengetik beberapa kalimat, tiba-tiba moodnya hilang. Kadang sudah panjangg tapi terasa tak ada pemaknaan. Lebih sering lagi paragraf-paragraf mubadzir yang ngambang.

Sehari ini bertekad menulis apapun yang bisa ditulis. Rasanya kepala terlalu penuh dengan berbagai topik tapi tak pernah sampai pada satu konklusi yang bisa dijabarkan dengan sabar kata per kata. Mungkin karena memang belakangan kurang peka, minim informasi, jarang pegang pulpen, dan belakangan memang udah sedikit baca buku :'D

tapi meski begitu, tetap mimpi menulis itu menggebu. Walau sampai di sini di kalimat ini udah bingung sebenanrnya mau dibawa ke mana tulisan ini. hambar semua yang ditulis. Biarlah, dengan kaku dan terbata huruf demi huruf. Semoga cukup untuk menjawab tanya kakanda. Sekaligus menyapa teman-teman di penghujung Sya'ban: mohon maaf lahir dan batin atas banyak khilaf dan salah baik itu ucapan, sikap perbuatan, atau tulisan. Widya mohon maaf..

Sahabat, saling mendoakan ya, agar kita menjadi pribadi yang semakin cahaya. Bertakwa.

0 komentar:

Benci Yang Tulus..

Sebab pohon kebesaran suatu ummat hanya dapat tumbuh, Di taman sejarah yang disirami air mata kesedihan dan darah pengorbanan,

Pagi ini terharu mendengar kalimat menggetarkan seorang sahabat. Ia hanya mengulang kalta-kata ustadz Anis Matta, tapi kekuatannya meluncurkan kalimat itu terasa menegarkan. "Karena kita sudah terbiasa kebal, kawan.."

Baru tadi malam ia sesenggukan bahagia. Dalam suaranya yang parau antara lelah, senang, dan entahlah. Saya tau, dia sudah berbuat banyak. Ingin duduk di hadapannya, menyaksikan sendiri binaran cinta yang ia punya, lalu tersenyum teduh untuk sesenggukannya. Walau akhirnya ikut tertular sedu sedan..

Di ujung telepon tadi malam, kita masih bisa tersenyum. Tertawa-tawa bahagia. Alhamdulillah wasyukurilah. Hanya orang-orang yang berhati jernih yang sanggup memahami kilatan mata kesuksesan kita, mengabarkan pada nusantara bahwa kita ternyata masih ada. Gagah perkasa dalam arti sejatinya

Hari ini, besok..dan besoknya lagi, adalah karunia Allah. Karena kita menjadi tau siapa yang tak menyukai kita, dan "tulus" dalam kebenciannya. Angkat topi, ucapkan terima kasih lalu tersenyum jernih. Karena kelak, atau sebentar lagi, diam-diam mereka pun akan mengagumi caramu mencintai..

Para pecinta sejati tak suka berjanji, namun ketika mereka memutuskan untuk mencintai mereka akan segera memberi,

yang kutau, engkau begitu cinta

0 komentar:

Menteri Yang Rindu Nge-Ruhi

Malam sudah larut. AC masjid BI dingin menusuk tulang. Pak Tifatul Sembiring pemateri mabit kali ini.

beliau masih tetap semangat berapi-api, yang mendengar juga masih sangat betah mendengarkan penyampaian beliau. Tokoh nasional berdarah Minang, sekaliber menteri berbicara tentang sahabat 'Ali, membahas hadits, ibunda Aisyah, dan banyak hal tentang diin ini. Lama, dan semua audiens terkesima. Hingga semakin larut, moderator menyisipkan kertas kecil. Semacam pesan dari panitia bahwa waktu untuk beliau ngasih materi sudah habis.

Setelah kertas kecil itu, beliau mengatakan:

0 komentar:

Nama Saya: Widya Nova Syamita

Cerita ini bukan fikitif. Nyata, fakta, dan realita. Sekedar ingin menuntaskan kerinduan jemari untuk mengetikkan kalimat-kalimat yang berdesakan, berkecamuk ingin berkisah Juga ingin menyapa saudari, sahabat yang dekat maupun yang jauh. Semoga ini senantiasa mengikat hati kita, dalam doa.

:')

Perkenalkan, nama saya Widya Nova Syamita. Kata-katanya, kalimat atau kata paling indah di telinga setiap orang adalah namanya.. Walaupun kurang tau persis, tapi memang dari dulu merasa paling merdu mendengar guru mengabsen rentetan huruf yang menyusun nama saya :')

Widya. Nova. Syamita.

Tiga kata. Berbeda dengan 3 saudara lainnya, nama saya satu-satunya yang tidak Islami. Saya sulung. Punya adik namanya Hanif, Aisya, dan Huda. Lihatlah deretan nama itu, nama Widya terdengar asing tanpa ada aroma dan hampa komposisi syurgawinya..

Dalam pertumbuhan kita menuju seseorang yang dewasa dan bijaksana, sering tanpa sadar dan tanpa sengaja muncul memori lama. Kenangan yang tiba-tiba hadir begitu saja. Dulu, seperti anak kecil lainnya, saya pernah bertanya. Pada Mama, apa arti nama saya : WIDYA NOVA SYAMITA. Wahyu Ilahi Dilahirkan Yusrita Awal NOVember Anak Syamsir-Yusrita.

saya semakin bahagia dengan 3 kata ini
hingga akhirnya, kini. Mungkin setahun belakangan. Mungkin lebih cepat, mungkin juga lebih lambat. Dengan penuh kesadaran akhirnya paham. Jauh-jauh hari sudah mereka doakan. Wahyu Ilahi.

(sudah kami doakan nak, tinggal kamu ikhtiarkan )

0 komentar: