Papa Yang Dulu Selalu Nganterin

Menatap punggung laki-laki itu pergi. Dan beliau meninggalkan tangis, tangis di mataku. Tentang hidup yang tak sempurna. Atau terlampau sempurna.

Laki-laki yang suatu Shubuh mengantarkan ku berangkat didikan Shubuh. Kami berjalan berdua karena motor rusak. Laki-laki yang terus setia menunggui aku mengaji, belajar tajwid. Sejak kelas 5 sampai kelas 3 SMP. Hal yang ku banggakan jika ada yang bertanya, dimana aku belajar tajwid dulu? "Papa yang dulu selalu nganterin."

Allah, aku kurang bersyukur apa jika aku kecewa. Saat dia mengunjungi ku hari ini, dan aku berkata : "Masuk yuk Pa, tapi itu dimatiin dulu.."

Tertegun, dan segera mengangguk : "iya, ini dibuang.."

Aku tak ingin siapa pun yang sempat membaca ini mengerti apa yang kutuliskan. Saat satu satu air mata itu luruh di wajahku, yang ada hanya kepedihan mengingat percakapan-percakapan terakhir kami barusan. Perbedaan lagi, perbedaan di antara kami.. Maka lembutkan hati nya ya Allah, atau hatiku yang batu.. Demi kebaikan-kebaikan dan jasa-jasanya untukku, bantulah beliau dalam banyak kebaikan.Demi mendiamkan aku 2 minggu, demi membangunkan aku shalat Shubuh dulu. Demi menyimak hapalanku. Demi nafkah yang selalu ikhlas dia berikan. Demi harapannya untukku. Demi adzan yang dikumandangkan pada pendengaranku. Demi apapun, ya Allah. Bantulah beliau terus dalam kebaikan.

Suatu hari dengan tangis laki-laki nya yang mahal, Papa bertanya : "Widya kecewa sama Papa?"
Lalu kami terisak..Ketidaksempurnaan : saat bahagia dan kecewa itu berbaur di hatiku.
Terima kasih untuk hidup yang tak sempurna,, atau terlampau sempurna.. Aku sedang menuliskan kisahku....

0 komentar: