Ukhtiy Kabiirku...

Assalamu’alaykum, mb, apa kabar ? Bolehkah menyapa hatimu ? Hati yang diselubungi kekecewaan. Mungkinkah aku mengerti ? Segenap rasa yang menyelimuti.

Aku bukan siapa-siapa, sungguh bukan siapa-siapa. Kita baru saling mengenal kan, mb. Dan aku memang tak memahami apa yang kau resapi. Hingga saat kau merasa setiap jerih payahmu berbuah sia-sia, dan aku diam saja menatapmu. Sama sekali tak bisa membantu.

Maaf, maaf sesungguh-sungguh maaf. Seolah tak peduli pada apa yang terjadi. Bahkan sepatah kata pun tak sanggup keluar dari lisanku. Saat pertahanan itu akhirnya runtuh dan kau tak menemukan muaranya. Justru semakin menjejakkan kekecewaan itu. Dan aku masih membisu.

Mungkin memang cuma kata maaf, mb. Dan mencoba menjadikan yang kemarin itu sebentuk rehat. Sejenak istirahat. Menginsyafi bahwa kita memang butuh menangis. Agar hangatnya air mata membasuh hati yang mungkin saja mengeras karena kerasnya kerja keras. Lalu kita merenung, betapa bukan kita yang bekerja tapi Dia. Dan kita petik semanis-manis buahnya. Mencukupkan diri dengan tawakkal. Agar energi kita lebih tahan lama, atau bahkan dijadikan-Nya kekal.

“siapapun pernah merasa tak mampu tapi Dia yang membuat kita mampu. Karena sungguh kita memang tak mampu kecuali dimampukan yang Maha Mampu. Kau tahu kan siapa Dia itu? Rabb ku dan Rabb mu,,”

Ukhtiy kabiirku, ingat tidak romantisnya kita di jalan ini. Saling mencintai karena Dia Yang Satu, saling menyemangati untuk tujuan yang satu..

--Ketika Dia berkata pada sahabatnya, LA TAHZAN INNALLAAHA MA’ANAA, lalu Allah menurunkan sakinah (ketentraman) padanya..—

(perkataan Ash Shiddiq pada Al Amin dan diabadikan dalam surat cintaNya)

0 komentar: