Satu atau Dua Detik

keluar dari jalan mede rumah tante. Diiringi tangisan alfi yang pilu ditinggalkan saya. Padahal baru saja tadi malam dijanjikan HP Angry Bird. "besok kita beli ya, biar Alfi bisa telpon kakak." Dia boleh sakit hati saya tinggalkan sepagi ini, tanpa janji yang terealisasi. Tak tega sebenarnya. Jadi ragu, ingin balik lagi. Tapi ya sudah wid, ini sudah terlambat seharusnya.

Merogoh saku menjelang mulut gang. Uang saya tak ada untuk angkot. Ingin kembali ke rumah meminta ongkos ke tante. Di dompet tinggal selembar terakhir sebelum pulang. Bimbang antara balik lagi atau uangnya dipecah. Ya sudah, jajan aja.

Jalan...terus jalan.. Warung-warung tutup. Agak jauh, akhirnya ketemu warung yang buka. Saya beli permen dan roti. Dua ribu saja.

Dan di depan warung itu saya tunggu angkotnya. Tepat, ketika seorang akhwat bergamis hijau di seberang ingin menyeberang. Dalam satu atau dua detik kemudian, senyum kami terkembang.

Ah,ini dia hikmahnya. Kenapa saya tak bertahan karena tangisan Alfi. Kenapa saya tak kembali ke rumah untuk meminta ongkos. Kenapa warung-warung yang dekat tutup semua. Kenapa warung itu yg buka. Itu hanya untuk sebuah alasan :karena saya harus bertemu dg akhwat ini. Akhwat yang memercikkan girang di hati saya. Bahwa ada orang sepenanggungan. bahwa "jalan yg saya tempuh ini" tak selengang yang saya bayangkan.

Setelah kami bersalaman, dilanjutkan dialog ringan selayaknya orang yg baru saja berkenalan.

"wajah kebaikan itu bisa mencari tahu siapa kawannya"-kata pak Cahyadi. Mudah-mudahan memang demikian. Wajah kebaikan yang mengenal wajah kebaikan lain. Ketika di atas angkot pun, saya diperkenalkan dg kawan beliau yg telah duluan di atas angkot yg kami tumpangi. Mb yg harus memindahkan ma'tsurat yg tergenggam untuk menjabat tangan saya. Selebihnya senyum tulus perpisahan ketika mereka turun. Ukhuwah itu memang menggetarkan, sekaligus menguatkan.

H-1 pulang

0 komentar: