Menyahabatimu

Dan tak bisa mengelak bahwa kini kita terperangkap dalam masa dan tempat yang tak lagi sama. Menghadapi peristiwa berbeda yang tak henti menerpa dan menempa. Memaksa kita, yang perlahan beranjak tua,menjelang berkepala dua, haruslah memiliki cara pandang seorang yang dewasa.

Berbincang denganmu, seperti apa aku mengisahkannya. Mengulang lagi apa yg pernah kita temui bersama. Indah menyejarah dan tak akan terulang. Seragam putih abu-abu dan juga batik biru telah berlalu.

Kita yang sekarang dan kita yang dulu. Pasti ada yang berubah, banyak malah. Lalu ku ulang bagaimana aku menemanimu membeli jilbab, bagaimana kita berjalan di lorong menuju kelas dengan mata berkaca-kaca melihat kakak kelas yang luka. Membaca buku Asma Nadia bersama.

Percayalah, di atas segalanya aku dititipi banyak hikmah oleh Allah karena menyahabatimu. Menjadi saksi mimpi-mimpimu, menatap doamu dengan tangan yang menampung rahmatNya dengan mata begitu redup, aku terenyuh, kau berharap padaNya dengan suara yang lembut, penuh harap dan juga rasa takut. Cemburu pada juz 30 mu itu yang agak sedikit mnghinaku (hhhehe), belajar cara shalat dengan segenap jiwa. Darimu, itu semua darimu.

Maka saling menelisik hati, apakah itu semua masih setia terjaga dalam diri kita? Atau justru banyak rasa yang sudah tercerabut dari hati? Tergerus oleh aktivitas lagha.

Aku yakin, kau bisa menuntaskan kalau hanya sekedar juz x itu. Ayo bersemangat menyelesaikannya, hanya butuh segenggam kesungguhan :)

ah benar, kau memang dewasa. Menatap kita berdua terjebak dalam pigura kuning di sebelah tempat tidurku. Tiba-tiba, ingat lagi pada orang yang memaksa kita foto saat itu. Sangat ingin berterima kasih padanya :')

menutup telepon tadi, serasa kembali ke alam nyata. Diseret realita,tentang hidup yang terus berdinamika. Selesai, tamasya dan rihlah ke masa lalu saat menyandang status sebagai anak asrama,,bersama seorang kawan yang istimewa

0 komentar: